A. Sosialisasi
Sosialisasi
merupakan proses pengajaran melalui dari
keyakinan, sikap, dan ekspektasi perilaku budaya yang ditransmisikan ke
anak-anak. Sosialisasi Begitu bayi diperlakukan oleh orang lain
dengan cara yang menumbuhkan pengembangan keterampilan, sikap, perilaku yang
dianggap tepat oleh masyarakat, proses sosialisasi telah dimulai.
Proses sosialisasi mungkin juga berbeda, tergantung
pada konteks teorinya (Smuts & Hagen, 1986). Sikap dan kepercayaan
telah berubah seiring berjalannya waktu dan perilaku yang dipupuk oleh
masyarakat di pada masa kanak-kanak. Mungkin, bukan perilaku yang sama yang
dipromosikan oleh masyarakat saat ini. Jika seseorang tidak terisolasi dari
semua orang lain di masyarakat dan menghindari semua pengaruh masyarakat,
sosialisasi akan menjadi proses seumur hidup. Meskipun demikian, bahwa seorang
individu disosialisasikan tidak berarti bahwa dia diprogram secara pasif oleh
masyarakat. Proses sosialisasi itu timbal balik. Individu mengubah masyarakat
dan sebaliknya.
Sebenarnya, setiap anak dalam keluarga pasti memiliki
efek pada keluarga dan atas usahanya untuk mensosialisasikannya (Bell, 1979,
Maccoby & Martin, 1983; Brunk & Henggeler, 1984). Namun, anak-anak
beranggapan bahwa sosialisasi merupakan hal yang sulit untuk dilakukan.
Akibatnya, sebagian besar penelitian yang berkaitan dengan sosialisasi dalam
keluarga telah memperhatikan efek perilaku orang tua terhadap anak.)
Keluarga Sebagai
Agen Sosialisasi
Sosialisasi dialami oleh individu
sebagai makhluk sosial sepanjang kehidupannya sejak ia dilahirkan sampai
meninggal dunia. Karena interaksi merupakan kunci berlangsungnya proses
sosialisasi maka diperlukan agen sosialisasi, yakni orang-orang disekitar
individu tersebut yang mentransmisikan nilai-nilai atau norma-norma tertentu,
baik secara langsung maupun tidak langsung. Agen sosialisasi dapat diartikan
sebagai pihak-pihak yang membantu seorang individu menerima nilai-nilai atau tempat
individu tersebut belajar dari segala sesuatu yang menjadikannya dewasa. Secara
rinci agen sosialisasi yang utama adalah keluarga. Sampai anak-anak Cukup tua
untuk bergaul dengan teman sebaya atau masuk sekolah, keluarga mereka biasanya
adalah agen sosialisasi. Setelah anak-anak memasuki sekolah, keluarga mereka
tetap berfungsi sebagai unit sentral dalam kehidupan mereka.
Keluarga merupakan institusi yang paling
penting pengaruhnya terhadap proses sosialisasi manusia. Hal ini dimungkinkan
karena keluarga memiliki berbagai kondisi sebagai berikut. 1) Keluarga
merupakan kelompok primer yang selalu bertatap muka di antara anggotanya selalu
mengikuti perkembangan anggota-anggota yang lain. 2) Orang tua mempunyai
kondisi yang tinggi untuk mendidik anak-anaknya sehingga menimbulkan hubungan
emosional yang sangat diperlukan dalam proses sosialisasi. 3) Adanya hubungan
sosial yang tetap maka dengan sendirinya orang tua mempunyai peranan yang
penting terhadap proses sosialisasi anak.
Lihatlah Tabel dan dapat dengan jelas
melihat bahwa pekerjaan orang tua benar-benar merupakan “guru”.
Tabel 12.1
Tugas
Sosialisasi antara Orang Tua dan Anak
No
|
TUJUAN ATAU AKTIVITAS ORANG TUA
|
TUGAS
ANAK ATAU PENCAPAIAN
|
1
|
Penyediaan
pengasuhan dan perawatan
Fisik
|
Penerimaan
asuhan (pengembangan kepercayaan).
|
2
|
Pelatihan
dan penyaluran kebutuhan fisiologis dalam latihan toilet, penyapihan,
penyediaan makanan, dll.
|
Mengontrol
ekspresi impuls biologis; belajar dapat menghasilkan pemahaman yang baik.
|
3
|
Pelatihan
pengajar dan keterampilan dalam bahasa, keterampilan perseptual, keterampilan
fisik, keterampilan perawatan diri untuk memudahkan perawatan, memastikan
keamanan, dan lain-lain.
|
Belajar
mengenali benda dan isyarat; belajar
bahasa;
belajar. untuk berjalan, menegosiasikan rintangan, berpakaian, memberi makan,
dll.
|
4
|
Mengenalkan
anak kepada kerabat terdekat, tetangga, masyarakat, dan masyarakatnya, dan
perasaannya sendiri
|
Mengembangkan
peta kognitif dunia sosial seseorang; belajar menyesuaikan perilaku dengan
tuntutan situasional
|
5
|
Menjelaskan
tujuan dan nilai budaya subkultur dan memotivasi anak untuk menerima hal tersebut untuk dirinya sendiri
|
Mengembangkan
rasa karakter dan kriteria pengembangan yang benar dan salah untuk pilihan;
investasi upaya untuk kebaikan bersama
|
6
|
Mempromosikan
keterampilan interpersonal, motif, dan cara menyampaikan perasaan dan
perilaku dalam hubungannya dengan orang lain
|
Belajar
mengambil perspektif orang lain;
merespons
secara selektif terhadap harapan orang lain.
|
7
|
Memandu,
mengoreksi, membantu anak merumuskan tujuannya sendiri, merencanakan
kegiatannya sendiri
|
Mencapai
ukuran peraturan dan kriteria sendiri untuk mengevaluasi kinerja sendiri
|
B. Teori Perkembangan Kepribadian
Menurut Freud memulai
dengan menggunakan pengetahuan tentang biologi dan sosialisasi terhadap model
kepribadian. Model Freud kepribadian dibagi menjadi tiga bagian: id, ego, dan
superego. Freud menggambarkan id tersebut tidak memiliki pengetahuan objektif
mengenai kenyataan. berfungsi sebagai mesin yang kejam dan tanpa henti,
mendorong organisme menuju kesenangan dan jauh dari rasa sakit. Hal tersebut
berkerja sesuai dengan prinsip kesenangan. Ego, seperti yang dijelaskan oleh
Freud, adalah bagian dari kepribadian yang harus berhadapan dengan kenyataan
obyektif jika keinginan id harus dipenuhi. Ego berfungsi sesuai dengan prinsip
realitas. Misalnya, walaupun id itu mungkin menginginkan semua uang di bank,
ego adalah yang harus berurusan dengan lemari besi, penjaga, dan realitas
situasi lainnya.
Menurut
Freud, realisasi itu akan menjadi fungsi superego. Freud memandang superego
sebagai representasi internal nilai sosial dan tradisional. Karena superego
berkembang sebagai hasil sosialisasi, maka hal itu tidak diwariskan atau hadir
saat lahir.
Tentu
saja, konstruksi hipotetis ini (id, ego, dan superego) hanya dirancang untuk
menciptakan gambaran perkembangan biologis (id), psikologis (ego), dan sosial
(superego).
Tahapan Perkembangan Psikoseksual
Menurut
Freud, sebagai id, ego, dan superego berkembang, anak melalui berbagai tingkat perkembangan
disebut tahap psikoseksual. Tiga tahap (oral, anal, dan phallic) terlibat
dengan kepuasan fisik dan berpusat di sekitar zona erotis. Tahap Oral (dari
Kelahiran sampai Sekitar 1 Tahun) Freud percaya bahwa selama ini perkembangan
kepribadian anak, kepuasan terbesar diperoleh dengan stimulasi bibir, mulut, lidah,
dan gusi. Dia mencatat bahwa mengisap dan mengunyah adalah sumber utama
kesenangan bayi. Selama tahap ini, Freud percaya bahwa sosialisasi cukup
terbatas untuk membimbing bayi menyusui dan membentuk keterikatan yang kuat
dengan ibu.
1.
Tahap
oral (dari lahir sampai 1 tahun)
Pada tahap oral, bayi berinteraksi pertama
kali terjadi
melalui mulut, sehingga perakaran dan refleks mengisap adalah sangat penting.
Mulut sangat penting untuk makan, dan bayi berasal kesenangan dari rangsangan
oral melalui kegiatan memuaskan seperti mencicipi dan mengisap. Karena bayi
sepenuhnya tergantung pada pengasuh (yang bertanggung jawab untuk memberi makan
anak), bayi juga mengembangkan rasa kepercayaan dan kenyamanan melalui
stimulasi oral.
2. Tahap Anal
(Sekitar 1 sampai 3 Tahun)
Selama masa ini, Freud menyatakan, an ak
memperoleh kepuasan terbesar dengan melakukan kontrol terhadap anus selama
eliminasi dan retensi. Freud percaya bahwa pada tahap ini salah satu pencapaian
terpenting dalam proses sosialisasi adalah pelatihan toilet.
3. Tahap Phallic
(Sekitar 4 sampai 6 Tahun)
Menurut Freud, kesenangan terbesar anak
selama tahap phallic berasal dari menstimulasi alat kelamin. Pada tahap inilah,
Freud percaya, bahwa anak tersebut disosialisasikan untuk mendapatkan identitas
dengan orang tua jenis kelamin yang sama, yang memungkinkannya berkembang
menjadi orang dewasa yang sehat dan dewasa.
4. Tahap Latensi
(Sekitar 6 Tahun sampai Pubertas)
Freud menyebut saat ini sebagai tahap
laten karena ia percaya bahwa dorongan seksual menjadi tidak aktif sejak usia 6
tahun sampai masa pubertas. Anak-anak selama tahap psikoseksual ini, menurut
Freud bebas dari perasaan erotis dan sebaliknya mengarahkan usaha mereka untuk
melakukan sosialisasi lebih lanjut dengan memperoleh keterampilan sosial dan
budaya.
5. Tahap Genital
(Pubertas sampai Dewasa)
Freud percaya bahwa hasrat heteroseksual
terbangun selama tahap genital dan, asalkan tidak ada fiksasi menjengkelkan
yang kuat, anak tersebut dalam perjalanan menuju kehidupan yang “normal”
Psikoanalis Modern: Erik Erikson
Erik
Erikson (1902-) mungkin adalah contoh yang baik. Erikson sebagai siswa muda dari Freud selama
bertahun-tahun, telah memperluas pendapat
Freud. Ada tiga perbedaan mendasar. Pertama, Erikson menempatkan penekanan dan
kekuatan budaya yang jauh lebih besar daripada yang dilakukan Freud. Freund
percaya bahwa sosialisasi dan kepribadian anak ditentukan oleh orang tua,
mengingat orang tua sebagian besar bertanggung jawab atas
perkembangan anak tersebut, sementara Erik menempatkan anak laki-lakinya pada dunia sosial orang tua, teman,
keluarga, masyarakat dan budaya yang lebih luas, menurut Erikson, semua yang dia lakukan akan berdampak pada
perkembangan akhir anak tersebut.
Kedua,
Erikson tidak percaya bahwa kegagalan pada tahap tertentu tentu memiliki
konsekuensi yang relatif ireversibel seperti fiksasi yang dapat diklaim Freud.
Erikson berpendapat bahwa kemunduran pada tahap apapun dapat diatasi dengan
perhatian, perawatan, dan cinta yang sesuai dengan lebih mudah daripada yang
diasumsikan Freud.
Ketiga,
Erikson menekankan seluruh umur seseorang, sedangkan Freud menempatkan
penekanan
terbesar pada 6 tahun pertama kehidupan. Yang menjadi pertanyaannya apakah
Erikson juga menggambarkan perkembangan dalam hal tahap psikoseksual? Tidak:
sebaliknya, Erikson memilih untuk menekankan aspek sosial pembangunan dan
memandang perkembangan manusia sebagai perkembangan melalui delapan tahap
psikososial. Delapan tahap ini dapat dikaitkan secara kasar dengan tahap
psikoseksual Freud, namun, seperti dicatat, penekanannya sangat berbeda (lihat
Tabel 12.2).
Tabel 12.2
Tahap-Tahap Psikoanalis Erik, dibandingkan dengan tahapan Sigmud Freud
PERIODE WAKTU
|
KONFLIK
PSIKOSOSIAL
|
URAIAN TAHAP
ERIKSON
|
TAHAPAN
FREUDIAN
|
1.Masa Bayi
|
Kepercayaan
dasar vs. Ketidak percayaan
|
Orang tua
harus menjaga lingkungan yang memadai - mendukung, memelihara dan mencintai -
agar anak mengembangkan kepercayaan dasar.
|
Oral
|
2. Tahun 1-3
|
Otonomi vs.
rasa malu dan keraguan
|
Saat anak
mengembangkan kontrol usus dan kandung kemih, dia juga harus mengembangkan
sikap sehat untuk mandiri dan agak egois. Jika anak merasa bahwa usaha
independen itu salah, maka rasa malu dan keraguan diri berkembang alih-alih
otonomi.
|
Anal
|
3. Tahun 3-5½
|
Inisiatif vs.
rasa bersalah
|
Anak harus menemukan
cara untuk melakukan tindakan sendiri. Jika inisiatif semacam itu berhasil
atau bisa diterima, rasa bersalah akan dihindari.
|
Phallic
|
4. Tahun 5½-12
|
Industri vs.
inferioritas
|
Anak itu
belajar untuk merasa kompeten, apalagi saat berkompetisi dengan teman sebaya.
Gagal menghasilkan perasaan inferioritas.
|
Latency
|
5.Masa remaja
|
Identitas dan
kebingungan peran
|
Anak harus
mengembangkan rasa identitas peran, terutama dalam hal memilih panggilan atau
karir masa depan.
|
Genital
|
6.Awal masa dewasa
|
Keintiman vs.
isolasi
|
Pembentukan
persahabatan dekat dan hubungan seksual orang dewasa sangat penting untuk
perkembangan kesehatan.
|
-
|
7.Dewasa menengah
|
Generativitas
vs. stagnasi
|
Orang dewasa
mengembangkan kehidupan yang bermanfaat dengan membantu dan membimbing
anak-anak. Orang dewasa tanpa anak harus memenuhi kebutuhan ini melalui
adopsi atau hubungan dekat lainnya dengan anak-anak.
|
-
|
8.Dewasa lanjut
|
Integritas ego
vs. putus asa
|
Orang dewasa
akhirnya akan meninjau kembali hidupnya. Kehidupan yang dihabiskan dengan
baik akan menghasilkan rasa kesejahteraan dan integritas.
|
-
|
Erikson
berpendapat bahwa masing-masing tahap ini merupakan periode dalam kehidupan
kita ketika kita menghadapi konflik sosial yang harus diselesaikan. Kegagalan
untuk menyelesaikan konflik ini, Erikson berpendapat, menyebabkan pembangunan
yang tidak sehat. Erikson berpendapat bahwa konflik besar pertama yang dihadapi
oleh seorang anak terjadi pada tahun pertama pembentukan kepercayaan anak
daripada ketidakpercayaan. Selama tahun pertama, Erikson menyatakan, orang tua dan pengasuh awal mereka memiliki peran
utama untuk membantu menumbuhkan rasa kepercayaan dasar pada anak. Orang tua
tidak hanya memberikan kebutuhan finansial kepada anak, namun orang tua juga
harus memberikan kasih sayang yang cukup terhadap anak. Setelah rasa
kepercayaan dasar telah terbentuk, anak harus membangun batasan diri
apabila
ego dan pengembangan kepribadiannya terus
berkembang.
Ini adalah konflik psikososial kedua penendalian
versus
rasa malu dan keraguan) yang dikembangkan Erikson antara usia 1 dan 3 tahun.
Anak-anak
mulai mengembangkan pengendalian diri saat mereka
diajarkan bagaimana menguasai tugas atau melakukan sesuatu untuk diri mereka
sendiri. Hal Ini mengajarkan kepada anak untuk
memanipulasi lingkungan mereka. Erikson percaya bahwa anak-anak yang tidak didukung untuk mengembangkan rasa percaya diri mereka mungkin akan meragukan diri mereka sendiri atau
merasa malu dengan ketidak mampuan mereka.
Antara
usia 3 dan 5,5, anak-anak yang memiliki rasa dasar dan merasa otonom atau
kompeten mungkin merasa bebas untuk memulai aktivitas mereka sendiri. Pada
titik ini, konflik psikososial ketiga muncul (inisiatif versus rasa bersalah).
Erikson berpendapat bahwa selama ini anak-anak harus didorong untuk memulai
kegiatan mereka sendiri. Terkadang, tentu saja aktivitas yang dilakukan
anak-anak inisiat bisa bertentangan dengan peraturan perilaku orang tua atau
sosial. Erikson berpendapat cara terbaik untuk mengatasi, Beliau
berpendapat bahwa masalah ini adalah untuk melarang perilaku yang tidak tepat
namun dengan cara yang tidak akan membuat anak merasa bersalah. Misalnya, bila seorang anak
berusia 5 tahun memutuskan akan menyenangkan bermain dengan peralatan stereo
yang halus, orang tua harus melarang aktivitas dengan tegas tapi juga dengan
lembut, agar tidak membuat anak merasa bersalah karena telah memulai perilaku
tersebut. Dengan cara ini, anak dapat mengembangkan kepercayaan diri dalam
perencanaannya sendiri, tanpa rasa takut bahwa hampir semua hal yang diinisiasi
akan salah.
Antara
usia sekitar 5,5 dan 12, konflik yang harus diselesaikan adalah industri versus
inferioritas. Selama ini, menurut Erikson, anak-anak harus didorong untuk
menghasilkan sesuatu dan menyelesaikan kegiatan yang telah mereka lakukan.
Melalui usaha ini, indra perumaan industri tercapai. Konflik antara industri
dan inferioritas menjadi sangat kuat di antara anak-anak sekolah, yang sering
bersaing dengan teman sebayanya Erikson percaya bahwa kegagalan untuk berhasil
dalam usaha akan menyebabkan perasaan rendah diri.
Tahap
kelima terjadi pada masa remaja. Selama masa ini, Erikson menyatakan, remaja
yang memiliki rasa kepercayaan dasar terhadap keluarga mereka dan dirinya
sendiri, yang bisa bersikap otonom dan merasa nyaman memprakarsai aktivitas,
dan yang rajin paling mampu mengatasi krisis berikutnya, identitas versus
kebingungan peran. “Siapa saya?” menjadi pertanyaan yang menjadi perhatian
utama. Untuk menegosiasikan tahap ini, remaja harus menemukan filosofi,
cita-cita, dan identitas dunia mereka sendiri.During early adulthood, Erikson
argues, the major conflict is between intimacy and isolation. Untuk gelar, tapi
juga keintiman sosial. Perkembangan kepribadian anak muda yang sehat, menurut
Erikson, membutuhkan ikatan interpersonal yang erat dengan teman, atau rekan
kerja. Erikson menggambarkan konflik besar selama masa dewasa menengah sebagai
generativitas versus stagnasi.
Generativitas
berarti memperluas cinta dan kekhawatiran Anda di luar kelompok langsung Anda
sendiri untuk mencakup masyarakat dan generasi mendatang. Erikson melihat
seorang orangtua yang terlibat dan aktif sebagai salah satu cara untuk mencapai
generativitas - tapi bukan satu-satunya cara. Stagnasi, di sisi lain, mengacu
pada disibukkan dengan materi dan kesejahteraan fisik Anda sendiri dan tidak
mempedulikan masyarakat atau generasi berikutnya. Tahap terakhir - integritas
ego versus keputusasaan - milik masa dewasa nanti. Pada saat ini, siapa pun
yang telah berhasil menyelesaikan krisis psikososial sebelumnya, menurut
Erikson, akan dapat melihat kembali hidupnya dengan perasaan puas dan puas.
Orang lain yang telah menjalani hidup tanpa hasil yang dipenuhi dengan usaha
yang berpusat pada diri sendiri atau kehilangan kesempatan mungkin merasakan
keputusasaan.
Dalam
teori Erikson, tahapan psikososial tidak dianggap sebagai dikotomi, yaitu satu
hal atau lainnya. Sebaliknya, ada rentang antara posisi lawan di setiap tahap
psikososial. Misalnya, Erikson tidak mengharapkan remaja untuk memiliki
identitas lengkap atau kebingungan total peran. Dia akan berada di suatu tempat
di antaranya, lebih condong, diharapkan, menuju pembentukan identitas positif
daripada peran negatif yang membingungkan. Menurut Erikson, tingkat
keputusasaan tertentu akan normal dan alami bagi orang-orang dengan
perkembangan kepribadian yang sehat di kemudian hari kedewasaan. Seperti yang
Erikson katakan selama usia tua, krisis hidup melibatkan konflik antara
integritas dan keputusasaan. Bagaimana mungkin seseorang memiliki integritas
dan tidak juga berputus asa mengenai hal-hal tertentu dalam hidupnya sendiri,
tentang kondisi manusia (Hall, 1983, hal 27).
Beberapa
peneliti berpikir bahwa teori Erikson sangat sesuai dengan pengamatan informal
yang diperoleh dari banyak sumber dan bahwa teorinya mungkin memiliki banyak
kontribusi sebagai garis besar umum untuk sosialisasi dan pengembangan
kepribadian yang sehat. Namun, bukti ilmiah yang sulit untuk teori Erikson
tidak mudah didapat karena sulitnya memeriksa setiap tahap Erikson di bawah
kondisi terkendali di laboratorium atau dengan metode ilmiah lainnya.
Selanjutnya, telah diperdebatkan bahwa tahap perkembangan Erikson telah
ditentukan secara subyektif.
Teori
psikoanalitik atau Freud dan Erikson berusaha menjelaskan banyak perilaku
manusia. Untuk alasan ini, mereka dianggap memiliki cakupan yang luas. Tapi,
seperti yang Anda ingat dari Bab 1, teori semacam itu biasanya memiliki presisi
rendah. Kebanyakan periset modern sekarang cenderung bergerak dengan hati-hati
saat membuat pernyataan, mengumpulkan sejumlah besar data eksperimental sebelum
melakukannya. Tabel 12.3 menguraikan perubahan perkembangan penting yang saat
ini diasumsikan oleh banyak peneliti perkembangan memiliki efek penting dalam
sosialisasi. Perhatikan bahwa pernyataan ini sifatnya lebih umum, dan mengambil
pendekatan yang lebih hati-hati dan tentatif, daripada atau Erikson. Dan, tidak
seperti teori psikoanalitik, perubahan perkembangan ini lebih deskriptif
daripada penjelasan.
Kesinambungan Dalam Perubahan
Meskipun
perkembangan anak dapat sangat mempengaruhi proses sosialisasi, tetapi tidak
cenderung
menjadi kesinambungan dalam pola-pola perilaku keluarga dari waktu ke waktu
(Mac Coby, 1984; WACHS, 1987). Dalam hal ini, perubahan saat anak berkembang
adalah cara dimana keluarga dijaga secara kontinyu.
Sebagai contoh, orangtua yang memeluk dan peduli terhadap bayi
mereka, setelah anak-anak tumbuh, secara berlanjut menunjukkan cinta dan kasih
sayang tapi dengan cara intimidasi non-fisik. Orangtua yang menunjukkan rasa
cinta dan kasih sayang dengan tindakan, setelah anak mengerti terhadap bahasa, menampilkan mereka peduli
secara lisan, dan seterusnya. Dengan kata lain, cara berekspresi mungkin
berubah seiring perkembangan anak, tapi pola dasar interaksi keluarga biasanya
cenderung cukup stabil.
Ada
pertanyaan bahwa saudara-saudara yang dibesarkan dalam keluarga yang sama dapat
berbeda jauh dalam perilaku dan kepribadian (Scar & Grajek, 1982). Secara
umum diterima bahwa meskipun saudara mungkin berbeda dalam syarat atau
kepribadian dan temperamen untuk alasan genetik (Plomin, McCrlearn, Pedersen, Nesselroade
& Bergerman, 1988), sosialisasi dalam keluarga juga
harus memainkan peran penting. Oleh karena itu peneliti mengasumsikan bahwa ketika saudara sangat
berbeda, orang tua mungkin telah merawat anak-anak dengan cara yang berbeda (Scarr
& McCartney, 1983; Dunn, Plomin, & Daniels, 1986).
Tabel 12.3
Perkembangan Perubahan Dan Efeknya Pada Sosialisasi
PERUBAHAN
PENGEMBANGAN
|
URAIAN
PENGAMBANGAN PERUBAHAN
|
PENGARUH
SOSIALISASI
|
Pertumbuhan
fisik
|
Kenaikan
ukuran; kenaikan signifikan dalam koordinasi motorik
|
Keterampilan
baru yang membutuhkan koordinasi ukuran, kekuatan, atau rangsangan motorik
yang lebih besar dapat diajarkan. Disiplin fisik dan manipulasi menurun.
Penayangan yang penuh kasih kurang melibatkan pelukan, sentuhan, dan kontak
fisik.
|
Pengembangan
bahasa
|
Anak
mulai mengerti dan menggunakan bahasa
|
Seluruh
bentuk komunikasi baru berkembang antara orang tua dan anak. Bimbingan
menjadi verbal dan kurang fisik. Penjelasan dan penalaran digunakan. Anak
sekarang bisa berinteraksi lebih mudah dengan anggota di luar keluarga dekat.
|
Impulsif
|
Penurunan
dan impulsivitas yang mantap selama masa kanak-kanak; sedikit ledakan dan
kemampuan yang lebih besar untuk menunda kepuasan dan menghadapi frustrasi
|
Orangtua
beralih dari teknik disiplin yang membutuhkan penegasan kekuasaan dan lebih
mengandalkan penalaran dan persuasi yang lembut. Anak-anak penyandang cacat
mengasuh anak untuk mengendalikan lebih banyak perilaku mereka sendiri.
|
Mengubah
konsepsi terhadap orang lain
|
Antara
usia 6 dan 12 tahun, anak mulai memahami keinginan, harapan, kemungkinan
tindakan orang lain
|
Keinginan
memperoleh keadilan dan pengingat tentang pengetahuan orang tua yang lebih
besar mulai menggantikan janji penghargaan dan ancaman hukuman. Pengetahuan
anak tentang keinginan orang tua memudahkan anak untuk terlibat dalam argumen
kontra-persuasif.
|
Mengubah
konsepsi terhadap diri sendiri
|
Anak
menyadari bahwa persepsi orang tentang dirinya mempengaruhi cara
memperlakukan
|
Ada
tekanan yang lebih besar untuk menyesuaikan diri. Anak mulai menyesuaikan
perilaku dan ekspresi emosional yang sesuai dengan audiensi yang diberikan.
Anak mungkin menjadi lebih sadar diri dan mungkin, bila dianggap bermanfaat
secara diri, ingatlah pendapatnya sendiri dan anggap bahwa dia seharusnya
mengungkapkannya.
|
Otonomi
|
Anak
mengembangkan kebutuhan yang lebih besar untuk melakukan sesuatu untuk
dirinya sendiri
|
Anak
menolak batasan, bimbingan, dan pengajaran orang tua untuk mendapatkan
kontrol bagi dirinya sendiri.
|
Meskipun demikian, hal ini mungkin tidak menyenangkan untuk direnungkan, dan orang tua sering menyangkal. (Aldous, Klaus, & Klein, 1985; Stroufe, Jacobcits, Mangelsdorf, DeAngelo, & Ward 1985).
Pengaruh Budaya Terhadap Kepribadian Anak
Kepribadian
tidak akan tumbuh jika seorang individu tidak memiliki pengalaman-pengalaman
sosial. Di dalam kelompok sosial seorang individu akan mempelajari berbagai
nilai, norma, dan sikap. Dengan mengetahui dari mana lingkungan sosial
seseorang berasal, dapat diketahui kepribadian seseorang tersebut. Dengan kata
lain, sosialisasi berperan dalam membentuk kepribadian seseorang. Jika proses
sosialisasi berlangsung dengan baik, maka akan baik pula kepribadian seseorang.
Begitu sebaliknya, jika sosialisasi berlangsung kurang baik, maka kurang baik
pula kepribadian seseorang. Misalnya, seorang anak yang berasal dari keluarga
yang broken home tentunya si anak mengalami sosialisasi yang kurang baik,
akibatnya anak tersebut menjadi nakal. Dengan demikian, proses pembentukan
kepribadian dimulai dari proses sosialisasi baik di lingkungan keluarga, teman
sepermainan, lingkungan sosial, lingkungan kerja, maupun lingkungan masyarakat
luas.
Selain
itu, kepribadian seseorang dipengaruhi pula oleh kebudaya- an yang berlaku di
lingkungan sekitar. Kebudayaan merupakan pola- pola tindakan yang sering
diulang-ulang yang akhirnya menjadi sebuah kebiasaan. Kebiasaan-kebiasaan ini
digunakan untuk memberikan arah kepada individu ataupun kelompok, bagaimana
seharusnya ia berhubungan atau berinteraksi dengan orang lain bahkan, telah
menjadi tuntutan masyarakat dimanapun dan dalam kurun waktu kapan pun. Oleh
karena itu, kebiasaan-kebiasaan melekat dalam diri masyarakat, diperkenalkan
dan dipelajari oleh individu-indivitu secara terus-menerus. Dalam proses yang panjang inilah,
kepribadian terbentuk seiring dan sesuai dengan kebudayaan setempat. Oleh
karena itu, kebudayaan antarsatu daerah dengan daerah lain berbeda, maka dapat
dipastikan kepribadian dari dua kebudayaan tersebut berbeda pula.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar